Kamis, 24 Juni 2010

Kemunafikan Politik


Republika, Rabu, 23 Juni 2010 pukul 09:15:00

Patrice Rio Capella

Wakil Sekjen PP NasDem dan DPP PAN

Saat ini, negeri kita seolah berada pada panggung politik dramaturgi kehidupan politik layaknya sandiwara. Kepura-puraan demokrasi terjadi dalam kehidupan masyarakat dengan berbagai instrumennya. Sejak Orde Baru hingga kini, tatanan politik kita tidak banyak berubah.

Tetapi, politik dramaturgi masih bisa diraba melalui kacamata politik yang ada. Proses transaksional bahkan cenderung terjadi lebih terbuka. Salah satu sebabnya adalah karena persoalan kemunafikan masih menjerat hati kalangan elite kita di negeri ini. Kemunafikan tak lepas dari persoalan hati. Karena hati mempunyai karakter tidak konsisten, disebabkan ia bisa terkena konflik batin. Kadar kandungan hati dapat berubah-ubah, terkadang didominiasi oleh satu dua hal, di lain waktu dikuasai oleh dua hal yang lain, dan suatu saat bisa dipenuhi oleh berbagai hal yang tidak dominan atau bahkan kosong.

Hati manusia dapat berpindah dari satu titik ekstrem ke titik ekstrem lainnya. Fenomena terbongkarnya berbagai kasus mafia penyuapan dan korupsi di negeri ini, mengingatkan pada sebuah petuah yang mengatakan bahwa ada suatu masa yang paling dikhawatirkan, yaitu masa ketika sifat munafik merasuki kalangan politisi dan intelektual yang sangat banyak ilmunya, pintar lidahnya, tetapi bodoh hati dan kosong amalnya.

Mengapa manusia bersikap munafik? Apa yang melatarbelakanginya? Hati manusia siapa yang tahu. Dalamnya laut dapat diduga dalam hati manusia siapa tahu. Kemunafikan itu berimplikasi kerugian pada dua dimensi, pada tingkat mikro (individual) dan tingkat makro (sosial). Pada tingkat mikro, seorang munafik merupakan jenis orang yang tercela menurut ukuran nilai manapun, terutama nilai-nilai agama. Orang yang mempunyai sifat itu, secara langsung maupun tidak, sama halnya telah mengingkari eksistensi Tuhan, zat yang serba mengetahui segala hal tentang kehendak dan perbuatan manusia. Sebab itulah, agama sangat melarang terhadap orang yang mempunyai sifat seperti itu.

Secara moral kemasyarakatan sifat munafik dapat merugikan si pelaku juga orang lain. Sikap tidak sportif yang diperlihatkan orang munafik tidak membawa manfaat apa pun bagi pelakunya maupun orang lain di sekitarnya. Parahnya, orang munafik bukan hanya bersikap tidak sportif, lebih dari itu, ia juga senang sekali mencari justifikasi atas suatu masalah yang muncul dan menganggapnya sebagai satu-satunya orang yang telah bertindak benar.

Padahal, justru dialah yang turut andil akan munculnya suatu permasalahan. Orang munafik sering memakai justifikasi mengenai tingkah laku yang mereka lakukan dengan maksud agar tingkah laku itu bisa diterima. Misalnya, apabila berbuat kerusakan di bumi, mereka menyatakan bahwa bermaksud memperbaiki keadaan.

Dengan demikian, potensi destruktif seorang munafik memang benar-benar nyata. Jika dalam suatu kelompok terdapat satu orang munafik, dapat dimungkinkan segala hal yang menjadi tujuan kelompok tersebut akan menemui kegagalan. Atau paling tidak, kerap menemui hambatan-hambatan serius. Sebab, orang jenis itu ibarat musuh dalam selimut. Sejatinya ia musuh, namun berwajah dan berlaku seperti seorang kawan.

Karakter orang-orang munafik ialah manusia yang suka memuja diri dan pada saat bersamaan mencemarkan nama baik orang lain. Orang munafik juga suka bertingkah seperti orang yang mulia dan berbudi luhur untuk mendapatkan pengaruh dan menarik perhatian orang lain. Tetapi, jika sudah berhasil mendapatkan perhatian dan bisa memengaruhi orang lain, mereka segera memangsa, persis seperti binatang buas yang melahap mangsanya.

Seorang munafik bukan hanya mengikis eksistensi diri mereka sendiri dalam ruang sosial, tetapi juga menghambat berkembangnya ruang sosial (publik) secara baik. Salah satu bentuk kemunafikan yang paling kentara dewasa ini ialah budaya korup, suap, dan menjilat, yang seolah sudah menjadi bagian dari masyarakat kita dalam kehidupan sosial sehari-hari. Padahal, korupsi membangun ruang publik menjadi rusak.

Dalam setiap pengambilan keputusan, masyarakat yang korup tidak lagi memikirkan apalagi mempertimbangkan yang halal dan haram maupun hal baik dan buruk. Yang ada hanyalah bagaimana cara yang dilakukan itu berhasil dan sesuai dengan keinginan pribadi. Meskipun, hal itu harus menabrak norma-norma luhur yang potensial berkembang dalam masyarakat.

Restorasi pemimpin

Hal yang paling mengkhawatirkan adalah bila kemunafikan merasuki orang-orang panutan atau pemimpin masyarakat. Kemunafikan seorang pemimpin dapat membawa dampak psikologis dalam bentuk sumpah serapah hingga kutukan yang amat dahsyat datang dari masyarakatnya. Pelanggaran terhadap etika dan prinsip moralitas oleh pemimpin yang berwenang menetapkan kebijakan publik, bukan hanya menghasilkan dampak kerugian dalam skala amat besar, melainkan bakal menimbulkan kehancuran.

Meskipun amat mengkhawatirkan, potensi kemunafikan dari orang yang mempunyai wewenang dan kekuasaan bukanlah hal yang mustahil terjadi. Ungkapan bahwa kebanyakan orang munafik banyak berasal dari kaum politisi, intelektual, para ilmuwan, atau para sarjana dan ulama, ungkapan itu lebih sebagai pemetaan betapa orang yang berilmu dan mempunyai kekuasaan amat potensial untuk berbuat kecurangan dengan segala instrumen keunggulan yang dimilikinya daripada orang lain.

Kemunafikan pada akhirnya akan mengarah kepada krisis yang bersifat kemanusiaan dalam berbagai aspeknya, seperti krisis moral, ekonomi, dan politik. Berbagai krisis yang bersifat kemanusiaan pada substansinya merupakan pengejawantahan matinya ruh iman dan akhlak. Begitulah hebatnya bahaya kemunafikan bagi kelangsungan hidup manusia.

Senjata ampuh dalam menghadapi kejahatan perilaku orang-orang munafik ialah kesempurnaan rohani, komitmen yang tinggi pada kebenaran, perilaku yang memiliki integritas psikologis, kejujuran, dan keikhlasan. Bukankah kesadaran yang sehat lebih memiliki kesaksian yang benar daripada lidah-lidah yang mengesankan?

Akhirnya, percayalah kita pada kebenaran dan berjuang untuknya, termasuk rakyat yang berpegang pada kebenaran. Sebab, di sana ada kualifikasi kepastian moral yang diterjemahkan ke dalam berbagai karakteristik dan standar moral dalam masyarakat. Tuhan tentu menjamin kemenangan dalam perjuangan melawan kebatilan, melawan orang-orang munafik yang penindas dan pemeras yang berusaha memanfaatkan kekuasaan dan pengaruhnya untuk menghancurkan kebenaran dan persaudaraan. Dan, Tuhan tentu berpihak kepada masyarakat yang menginginkan terwujudnya cita-cita keadilan sosial untuk restorasi dan perubahan yang nyata.

Senin, 12 April 2010

Pemimpin Muda

H Patricie Rio Capella
(Wakil Sekjen DPP Partai Amanat Nasional)

Pada 2010 ini dijadwalkan sekitar 246 kabupaten/kota se-Indonesia akan melaksanakan pemilihan kepala daerah (pilkada). Hangatnya suasana politik daerah menjelang pilkada menggugah kaum muda daerah untuk berpartisipasi mengawal kehidupan demokrasi politik di daerah. Partisipasi anak muda daerah tak sekadar terlibat dalam hal urusan teknis pilkada semata. Tetapi, banyak di antara kaum muda daerah maju menjadi calon pemimpin di daerahnya masing-masing.

Fenomena ini menarik karena masih banyak terdapat kaum muda yang skeptis dan beranggapan bahwa hangatnya kehidupan politik daerah menjelang pilkada berarti politisi muda akan menuai janji-janji meraih suara supaya mereka terpilih. Bahkan, sebagian dari mereka yang skeptis mengalami kesadaran yang tak autentik dalam melihat persoalan di daerahnya.

Bagi kaum muda daerah yang skeptis terhadap kehidupan politik di daerah disebabkan terbengkalainya aspirasi mereka, sehingga pengangguran di daerah masih menggurita dengan angkanya yang makin bertambah.

Maka, di sinilah letak penting dari calon pemimpin muda daerah untuk mengatasi persoalan pengangguran pemuda daerah dan kesejahteraan rakyat di daerah. Jangan sampai masyarakat di daerah menganggap politisi muda seperti pembujuk yang cuma mementingkan diri sendiri dan golongannya.

Pembelajaran
Ada adagium yang menarik mengatakan bahwa untuk melihat masa depan dari suatu negara, lihatlah kaum mudanya. Dalam catatan sejarah, yang fenomenal adalah negeri ini digerakkan oleh kaum muda. Dan, kaum muda itu sebelumnya adalah tokoh muda dari daerahnya masing-masing yang berjuang melawan penjajah sehingga menjadikan negeri ini merdeka.

Berkaca dari sejarah, Bung Sjahrir, Bung Karno, dan Bung Hatta adalah kaum muda yang mewakili zaman emas Keindonesiaan. Keberhasilan mewujudkan Sumpah Pemuda 1928, Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945, pergolakan politik 1966, hingga reformasi 1998, merupakan fakta yang menunjukkan bahwa aktor utama di balik peristiwa Nasional itu adalah kaum muda. Oleh karena itu, belajar dari sejarah, kaum muda hendaknya tidak terjebak pada pragmatisme yang berlebihan dan abai terhadap persoalan kedaerahan.

Jika diamati, peran kaum muda dalam arena percaturan politik makin meningkat. Terutama, dalam suatu negara yang sedang berkembang. Mereka dihadapkan pada perjuangan membela keadilan dan kebenaran serta perjuangan menegakkan demokrasi. Akan tetapi, kekuasaan yang direbut politisi muda hendaknya tidak menciptakan kejenuhan generasi berikutnya akibat ketiadaan ruang bagi ekpresi politik bagi generasi selanjutnya.

Akal kolektif kaum muda diarahkan pada perjuangan untuk melakukan perubahan menuju taraf hidup yang lebih baik. Dan, melakukan perubahan mendasar dalam taraf ekonomi dan kesadaran politik rakyat, khususnya di daerah. Perjuangan kaum muda daerah yang kini mencoba membuat garis politiknya sendiri merupakan suara harapan bangsa. Calon-calon pemimpin di masa yang akan datang berhasrat mengamalkan perbuatan mereka yang positif dan konstruktif juga nyata untuk memenuhi panggilan amanat penderitaan takyat.

Transformasi gerakan kaum muda daerah mesti diawali dari hasrat untuk melakukan perubahan yang sangat mendasar. Seperti cita-cita perjalanan sejarah kaum muda dalam nation-formation Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928. Perubahan mendasar yang diharapkan menjurus pada kemajuan sektor politik dan ekonomi.

Beragam pilihan-pilihan politik yang ada, kaum muda tumbuh bersama kerasnya zaman, tertempa dalam ruang-ruang fisik-politik yang dialektis. Namun, perjuangan mereka dihadapkan dengan kecurigaan-kecurigaan bahwa mereka sekadar mencari kekuasaan semata. Untuk menampik kecurigaan itu, perlu pembuktian yang nyata. Kaum muda perlu melakukan transformasi dengan lebih jelas arah tujuan dan lebih merakyat dalam gerakan.

Kaum muda adalah hati nurani bangsa yang berani menyuarakan kegelisahan rakyat. Sudah bukan saatnya lagi rakyat biasa menerima nasib dengan diam.

Sebagian kaum muda yang masih memiliki hati nurani dan idealis, masih mau bersusah payah terus berjuang menegakkan nilai-nilai kebenaran dan keadilan untuk rakyat. Yang menindas rakyat miskin, berarti melukai hati nurani bangsa.

Zaman terus bergerak, kaum muda tak lagi hidup dalam suatu isolemen. Bangsa ini masih terlihat gejala seolah-olah kita masih hidup dalam dunia impian kita sendiri. Kadang-kadang terbaca atau terdengar ucapan-ucapan yang meneropong dunia luar lewat sebuah lensa yang sudah usang, sehingga bayangan kita mengenai dunia luar itu tidak serasi dengan kenyataan, hanya serasi dengan impian kita sendiri.

Pilkada merupakan tolok ukur sejauh mana sebagai sebuah bangsa yang merdeka, kaum muda daerah mampu menunjukkan prestasinya dalam berjuang membela keadilan dan menegakkan demokrasi. Dan, sebagai harapan bangsa, kaum muda mesti mengamalkan perbuatan yang positif dan konstruktif untuk memenuhi panggilan penderitaan rakyat.

Iklim politik di daerah yang melalaikan hak-hak kaum muda daerah untuk berpartisipasi dalam pilkada segera dibenah. Kesadaran politisi muda untuk menuntut peran mereka dalam proses penyelenggaraan pemerintahan daerah semestinya direspons dengan sebaik-baiknya.

Semoga kepemimpinan kaum muda daerah terbukti adanya dalam semangat memperjuangkan kehidupan rakyat di daerah. Kepemimpinan politik daerah adalah melanjutkan kewajiban dalam membangun dan menerangi masyarakat hingga mampu memproduksi pribadi tangguh, kritis, dan punya keadilan sosial yang tinggi.
(-)Index Koran Republika. 30 Maret 2010